Rumput Unggul Hasil Radiasi Sinar Gamma, Dikembangkan Oleh Faperta UGM
Rumput unggul hasil radiasi sinar gamma |
Sedangkan penyediaan pakan konsentrat memusat pada upaya
pengenalan teknologi pakan. Kontribusi para ahli dari lembaga kajian dan
akademisi, mendesak dilakukan. Uniknya, persoalan pakan menjadi esensil dalam
pengembangan semua ternak, termasuk kambing.
Oleh karena, pakan selain menjadi beban biaya paling tinggi,
juga tidak bisa ditunda tunda. Tanpa pakan yang cukup, rasional biayanya dan
bisa tersedia terus menerus, usaha ternak tidak bakal menghasilkan sesuai
target.
Rumput Gajah merupakan tanaman rumput-rumputan yang berperan
dalam pengawetan tanah dan air, dapat berfungsi ganda yaitu berkemampuan untuk
membantu mencegah berlangsungnya erosi dan dapat pula bermanfaat bagi hijauan
makanan ternak.
Penanaman rumput gajah dapat dilakukan secara monokultur
ataupun interkultur dengan tanaman tahunan sehingga dapat diperoleh manfaat
secara maksimal. Pertumbuhannya yang relatif cepat dalam waktu yang pendek
serta peranan daun-daun dan perakarannya terhadap erosi, maka pembudidayaan
rumput gajah dapat menjadi pilihan yang bijaksana dan menguntungkan.
Rumput Gajah ( Pennisctum purpureum) atau disebut juga
rumput napier, merupakan salah satu jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas
dan disukai ternak. Rumput gajah dapat hidup diberbagai tempat (0 – 3000 dpl),
tahan lindungan, respon terhadap pemupukan, serta menghendaki tingkat kesuburan
tanah yang tinggi.
Seperti yang dilansir laman ugm.ac.id, Fakultas
Peternakan UGM mengembangkan rumput Gama Umami, yaitu mutasi rumput gajah
yang telah diradiasi sinar gamma sehingga menghasilkan rumput yang lebih unggul
dibandingkan dengan tetuanya.
Sinar gama (sering kali dinotasikan dengan huruf Yunani
gama, γ) adalah sebuah bentuk berenergi dari radiasi elektromagnetik yang
diproduksi oleh radioaktivitas atau proses nuklir atau subatomik lainnya
seperti penghancuran elektron-positron.
Sinar gama membentuk spektrum elektromagnetik
energi-tertinggi. Mereka sering kali didefinisikan bermulai dari energi 10 keV/
2,42 EHz/ 124 pm. Sinar gama merupakan sebuah bentuk radiasi mengionisasi;
mereka lebih menembus dari radiasi alfa atau beta (keduanya bukan radiasi
elektromagnetik), tetapi kurang mengionisasi.
Rumput gajah dipilih karena merupakan jenis yang unggul, disukai
ternak ruminansia, dan sangat cocok dikembangkan di Indonesia yang merupakan
negara beriklim tropis.
BACA JUGA : Mengungkap Bagaimana Bumi Mendapatkan Oksigen Oleh Para Ilmuwan
Ir. Nafiatul Umami, Spt., MP., Ph.D., IPM., ASEAN Eng.,
dosen Fapet UGM sekaligus ketua peneliti rumput Gama Umami, menerangkan bahwa
hasil produksi rumput Gama Umami lebih tinggi dibandingkan rumput gajah lokal
dan dapat dipanen hingga 6 kali dalam setahun.
“Mutasi dengan radiasi sinar gamma dapat memengaruhi
morfologi, anatomi, dan fisiologi tanaman, sehingga menghasilkan tanaman yang
lebih unggul. Aplikasi radiasi sinar gamma digunakan pada organ vegetatif,
bunga, dan biji tanaman rumput gajah,” paparnya.
ia juga menerangkan, rumput gajah yang mengalami penyinaran
radiasi Gamma selanjutnya diseleksi, dan didapatkan rumput Gama Umami dari penyinaran
100 Gray. Radiasi sinar gamma sendiri diketahui tidak meninggalkan residu
radioaktif dalam meterial yang diradiasi.
Dalam penelitian yang dilakukan antara Fakultas Peternakan
UGM bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat
Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), diketahui bahwa hasil radiasi memengaruhi
bulu pada tanaman rumput gajah Gama Umami yang lebih sedikit, yang sangat
berpengaruh terhadap palatabilitas atau kemampuan mengecap makanan pada ternak
ruminansia.
Hasil pertumbuhan vegetatif dan morfologi rumput gajah Gama
Umami lebih baik dibandingkan dengan tetuanya karena sinar gamma didasarkan
pada interaksi dengan atom atau molekul dalam sel, terutama air, untuk
menghasilkan radikal bebas.
Nafiatul menambahi“Radikal bebas tersebut dapat merusak atau
memodifikasi komponen penting dari sel tumbuhan, misalnya dapat memengaruhi
morfologi, anatomi, biokimia, dan fisiologi tanaman yang dapat menghasilkan
tanaman yang lebih baik dan unggul,”.
Pada proses pengujian dari hasil pemuliaan radasi sinar
gamma, tanaman rumput gajah Gama Umami dilaporkan memiliki hasil pertumbuhan vegetatif dengan tinggi tanaman
yaitu antara 3,4-3,7 m, panjang tanaman 3,7-3,8 m, panjang daun 1,1-1,3 m,
panjang ruas 12-15,3 cm, diameter batang 2,2 cm, dan jumah tunas sebanyak
41-50.
Pengujian juga dilakukan dengan melihat produksi biomassa
dan komposisi kimia dari rumput Gama Umami, yang menunjukkan bahwa rumput Gama
Umami sangat baik jika diberikan ke ternak ruminansia dilihat dari produksi
yang tinggi dan kandungan kimia yang baik.
Rumput ini telah dikenalkan dan dikembangkan oleh peternak,
terutama di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Pengembangan rumput Gama Umami di
lahan memberi hasil yang memuaskan, ungkap Cahyo Kurmai, peternak dari Banyumas.
“Gama Umami memiliki daun lebih hijau dibandingkan dengan
rumput lainnya. Selain itu, tidak ada bulu halus bahkan jika kita tidur di atas
daun tersebut tidak akan merasa gatal dibandingkan jika kita tidur di atas daun
rumput gajah,” jelasnya.
Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA,
DEA, IPU, ASEAN Eng., yang juga turut meneliti rumput Gama Umami, mengatakan
bahwa selain digunakan sebagai pakan ternak, rumput ini juga diuji dan diproses
menjadi biofuel.
“Kandungan serat pada batang rumput Gama Umami merupakan salah satu bahan penghasil etanol yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif dan berpotensi dalam memasok bahan bakar cair, padat, dan gas untuk penggantian bahan bakar fosil. Namun, masih dibutuhkan pengujian lebih lanjut sehingga nantinya dapat dikembangkan di Indonesia,” tutur Ali.
Jadi, bagaimana pendapatmu mengenai inovasi terbaru dari UGM tersebut ? Jangan lupa tinggalkan komentar dibawah Sob ! mari berdiskusi !
“Terima kasih telah membaca artikel kami, Wassalamu’alaikum Wr.Wb.”
Sumber :
[1] |
F. T. I. d. F.
Madarisa2*, "Identifikasi Permasalahan yang Dihadapi oleh Anggota Forum
Silaturahmi Peternak Kambing di Sumatera Barat," Jurnal Peternakan
Indonesia, vol. 20 (3), no. 186, 187, pp. 181-192, 2018. |